Kamis, 18 Juni 2009

Ketika Cinta Bertasbih


IDENTITAS BUKU:

Judul buku : Ketika Cinta Bertasbih. Episode II

Pengarang : Habiburrahman El-Shirazy.

Tebal : 813 halaman

Halaman : 20,5 x 13,5 cm

Penerbit : Penerbit Republika dan Pesantren Basmala Indonesia.

Tahun penerbitan : 2001

ULASAN: Sebuah resensi.

Habiburrahman El-Shirazy memang tiada habisnya, penulis fenomenal dengan segudang potensi dan kelebihan yang dia miliki yang mampu ia gali dan dikembangkan mampu menghasilkan karya-karya sastra besar. Novel pertamanya yang mampu membuat setiap orang berdecak kagum dan “tepuk tangan” adalah novel Ayat-ayat cinta, bahkan ketika diangkat menjadi sebuah film. Film dengan judul yang sama mampu menarik antusiasme masyarakat indonesia dengan sangat fenomenal di tengah krisis perfilman yang memberikan pencerahan dan pendidikan di Indonesia.

Seolah tidak puas dengan penuh ke asyikan keluaran dari Timur Tengah ini kembali mengeluarkan novel yang mampu menggugah jiwa, yaitu dengan judul “Ketika cinta bertasbih"

Novel ini bercerita tentang seorang gadis jilbaber yang cantik dan shalehahn yang merupakan anak dari seorang pimpinan pesantren di Jawa Timur, ustadz Luthfi. Ana Althafunnisa demikian nama lengkap gadis lulusan Timur Tengah itu dengan kerelaan harus meninggalkan kampung halaman tercinta selama beberapa tahun untuk menuntut ilmu di Universitas Al-Azhar di negri Husni Mubarok tersebut.Setelah selesai masa studinya dia memilih kembali ke kampung halamannya di Jawa Timur dibanding dengan yang lain yang langsung kerja dan menetap di sana. Kerinduan pada udara sejuka Wangen lah yang mengalahkan segala ambisi dan keinginan yang prospek itu.

Ketika kembali ke kampung halamannya di Wangen, jadilah Ana seperti bidadari. Lelaki mana yang tidak mau memlikinya. Namun sayang karena alasan kebelum siapannya banyak lamaran-lamaran dari jejaka kelas atas sampai yang biasa-biasa ia tolak. Sampai suatu ketika ayahnya dan bundanya bicara padanya agar cepat menikah jangan menunda-nunda bahkan memilah-milih pasangan.

Ada dua laki-laki yang sudah mengutarakan niatnya untuk membangun rumah tangga dengan datang ke rumah melamar langsung. Pertama namanya Muhammas Ilyas dan yang kedua M Furqon. M.Ilyas yang memang sebelumnya tidak Ana kenal, merupakan santri ayahnya dahulu yang hanya menuntut ilmu pada akhir tingkat sehingga membuat Ana tidak mengenalnya secara pasti. Berbeda dengan M Furqon lelaki kelahiran Jakarta ini yang merupakan teman seperjuangannya di Mesir, tentunya Ana sudah sangat mengenal karakter kepribadiannya

Ditengah pilihan yang sulit ini, Ana selalu meminta bimbingan orang tuanya agar pilihannya adalah pilihan terbaik bagi dia dan calon suaminya. Akhirnya setelah merenung, shalat istikhoroh meminta petunjuk kepada Allah Swt. Ana memilih untuk membangun mahligai rumah tangga bersama M Furqon.

Namun yang menjadi permasalah adalah ternyata bukan pada diri Ana, namun pada diri Furqon. Walaupun lamaran dan pertunangan sudah dilaksanakan, tetap saja hati Furqon gundah-gulana menghadapi masalah besar ini. Awalnya Furqon tidak mau terbuka kepada siapapun, namun ia pikir ia juga harus meminta pendapat orang lain sebagai bahan pertimbangan dan mencari solusi yang terbaik.

Masalah yang dihadapi sangat serius yaitu Furqon tanpa ia ketahui dosanya digarap agen Mossad di Meridien Hotel bersama Miss Italiana yang memvonis dirinya positiv terkena virus HIV. Satu pilihan sulit pada awalnya sebab pada dasarnya ia tidak mau mengecewakan Ana yang akan kelak menjadi pendamping hidupnya.

Setelah beberapa pertimbangan walaupun dengan sangat berat, akhirnya ia membatalkan pertunangan itu, ini juga untuk kebaikan Ana, dari pada ia kecewa dan menanggung beban dan akibat dari semua ini setelah adanya pernikahan akan sangat menyakitkan.

Inilah konflik yang sangat menarik yang diangkat penulis. Akhirnya Ana dengan sedikit kekecewaan harus menunda keinginan dia dan orangtuanya untuk segera menikah. Keputusan ini diambil bersama-sama dan untuk kebaikan bersama.

Tanpa disadari perjalanan waktulah yang menjawab semuanya, yang jodohnya ternyata tidak jauh-jauh, dan ternyata bukan orang yang sebelumnya ada dalam pikiran dan benak Ana. Pemuda yang beruntung itu bernama Azzam, tetangganya yang seorang pemuda yang sederhana dan serba kecukupan yang dengan semangat dan kerja kerasnya ia bisa meraih kesuksesan. Ia memang dulu sempat nyantri di pesantrennya sebelum ia pergi ke Timur tengah di Universitas Madinah untuk melanjutkan studi strata satu dan dua.

Yang menjadi alasan menerimanya adalah keseriusan dan keserhanaan Azzam. Hidupnya yang bersahaja semakin menguatkan dan meyakinkan Ana untuk menjadikan Azzam sebagai suaminya.

Akad dan walimatu urs pun dilaksanakan tanpa ada halangan sedikitpun, Ana dan Azzam resmi menjadi pasangan suami istri.

Sampai pada akhirnya mereka tiba pada malam pertama, keduanya menikmati bersama indah dan nikmatnya dunia. Keesokan hari Ana bersama suaminya ingin menyapa kawan-kawannya yang ada di Mesir melalui internet dan membetitahukan kepada kawan-kawanya bahwa keduanya sudah tidak gadis dan perjaka lagi. Ketika mencek email ia mendapatkan surat dari Furqon bahwa sebenarnya setelah melalui test laboratorium ternyata ia negatif virus HIV. Kesalahan fatal kemarin yang begitu saja ia percayai membuat kesempatan dan kenimkatan “tertunda”.

Ana dan Azzam keduanya saling memandang dan bersimpuh malu, Ana dengan tegas menjawab: “MAAF SUDAH TIDAK MUNGKIN LAGI KITA RUJUK, AKU SUDAH PUNYA SUAMI. CARILAH YANG LEBIH BAIK DARIKU! ANA. (Hal.404). Keduannya hidup bahagia bersama dan merasa menjadi hamba yang sangat disayangai Tuhan.

Alur yang diceritakan oleh Kang Abik –panggilan akrab Habiburrahman El-Shirazy- memang apik, rangkain kata demi kata membangun suasana seolah pembaca berada dan menjadi pemeran tokoh yang diceritakan dalam novel tersebut, kekuatan Kang Abik berada pada wawasannya yang sangat luas. Novel islami ini memang didukung dengan pengetahuan agama Kang Abik yang sangat dalam. Misalnya, selain menyisipkan materi-materi fiqh disertai dengan macam-macam kitab-kitab yang menjadi rujukan semakin menguatkan kesan dakwah (baca: syiar Islam) dengan bingkai novel.

Novel ini sangat bagus bagi setiap orang dari berbagai kalangan, anak muda ataupun dewasa. Novel “ketika cinta bertasbih” merupakan warna baru sastra islam di tengah hegemoni sastra-sastra barat.

Yang menjadi kelemahan novel ini adalah novel ini seolah inklusiv hanya semata untuk kaum muslim saja. Sehingga mengesnkan bahwa novel ini adalah novel khusus kaum muslim karena sarat dengan bahasa-bahasa dan materi-materi keislaman sehingga bagi orang yang tidak memiliki basic agama yang kuat sulit dipahami bahkkan sampai pada ide dan pesan yang ingin disampaikan penulis pada pembaca.

Selain dari itu saya menyatakan salut to Habbiburahman El-Shirazy. Dakwah Islam memang harus kaya akan pengemasan, akan “konsumen”lebih tertarik.


0 komentar: